Persemaian dan Pembibitan Mangrove

-bibit mangrove-


1.    Pengumpulan Buah
Sebelum melakukan persemaian, lakukanlah pengumpulan buah mangrove terlebih dahulu untuk dijadikan bibit tanaman mangrove.

2.    Penyiapan bibit
bibit mangrove diusahakan berasal dari lokasi setempat atau lokasi terdekat
bibit mangrove disesuaikan dengan kondisi tanahnya
persemaian dilakukan di lokasi tanam untuk penyesuaian dengan lingkungan setempat

3.    Pemilihan bibit mangrove
Penanaman mangrove dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: menanam langsung buahnya, cara ini memiliki tingkat keberhasilan antara 20-30%. Cara lain adalah melalui persemaian bibit, dengan tingkat keberhasilan antara 60-80%.
Untuk memperoleh bibit mangrove yang baik, pengumpulan buah (propagule) dapat dilakukan antara bulan September hingga bulan Maret, dengan karakteristik sebagai berikut berdasarkan jenis tanaman mangrove:

  • Bakau (Rhizophora spp.), buah sebaiknya dipilih dari pohon yang telah berusia di atas 10 tahun, buah yang baik dicirikan oleh hampir lepasnya bonggol buah dan batang buah, ciri buah yang sudah matang untuk jenis :
                 bakau besar (Rhizophora mucronata): warna buah hijau tua atau kecoklatan dengan                              kotiledon (cincin) berwarna kuning
                 bakau kecil (Rhizophora apiculata): warna buah hijau kecoklatan dan warna kotiledon                          merah.
  • Tancang (Bruguiera spp.), buah dipilih dari pohon yang berumur antara 5-10 tahun, ciri buah yang matang: batang buah hampir lepas dari bonggolnya
  • Api-api (Avicennia spp.), bogem (Sonneratia spp.) dan bolicella (Xylocarpus granatum)
                  ciri buah yang matang: warna kecoklatan, agak ketas dan bebas dari hama penggerek
                  lebih baik buah yang sudah jatuh dari pohon
-bibit mangrove 2-

4. Persemaian bibit mangrove
Pemilihan tempat:
  • lahan yang lapang dan datar,
  • dekat dengan lokasi tanam,
  • terendam air saat pasang, dengan frekuensi lebih kurang 20-40 kali/bulan, sehingga tidak memerlukan penyiraman.
  • Pembuatan bedeng persemaian
  • ukuran bedeng disesuaikan dengan kebutuhan, umumnya berukuran 1 x 5 meter atau 1×10 meter dengan tinggi 1 meter,
  • Bedeng diberi naungan ringan dari daun nipah atau sejenisnya,
  • Media bedengan berasal dari tanah lumpur di sekitarnya,
  • Bedeng berukuran 1 x 5 meter dapat menampung bibit dalam kantong plastik (10 x 50 cm) atau dalam botol air mineral bekas (500 ml) sebanyak 1200 unit, atau 2.250 unit untuk bedeng berukuran 1 x 10 meter.


5. Pembibitan Mangrove
  • Buah disemaikan langsung ke kantong- kantong plastik atau ke dalam botol air mineral bekas yang sudah berisi media tanah.
  • Sebelum diisi tanah, bagian bawah kantong plastik atau botol air mineral bekas diberi lubang agar air yang berlebihan dapat keluar.
  • Khusus untuk buah bakau (Rhizopora spp.) dan tancang (Bruguiera spp.), sebelum disemaikan sebaiknya disimpan dulu di tempat yang teduh dan ditutupi dengan karung basah selama 5-7 hari. Hal ini bermanfaat untuk menghindari batang bibit


via : desakuhijau.org

Water Rescue

-TAGANA BABEL POS KURAU-

-Evakuasi Kapal Nelayan-

Mangrove Di Indonesia

- Mangrove Desa Kurau -
Indonesia dikaruniai kawasan mangrove yang sangat luas, yaitu sekitar 3,7 juta hektar. Kawasan mangrove tersebut tersebar di pesisir-pesisir Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, hingga Papua. Tetapi, kegiatan pembangunan di wilayah pesisir telah mengurangi luas hutan mangrove di Indonesia. Penyebabnya antara lain adalah: pembukaan lahan atau konversi hutan menjadi kawasan pertambakan, permukiman, industri dan lain- lain. Selain konversi, kerusakan hutan mangrove juga terjadi akibat pemanfaatan yang intensif untuk kayu bakar, bahan bangunan, pemanfaatan daun mangrove sebagai makanan ternak, serta penambangan pasir laut di sepanjang pantai bagian depan kawasan mangrove.

Beberapa data menunjukkan bahwa kerusakan dan penyusutan luas hutan mangrove Indonesia terus terjadi. Pada tahun 1982 Indonesia masih memiliki 5.209.543 ha hutan mangrove, namun di tahun 1992 jumlahnya telah menjadi 2.496.185 ha. Pada tahun 1985, pulau Jawa telah kehilangan 70% hutan mangrovenya. Luas hutan mangrove di Sulawesi Selatan berkurang dari 110.000 ha pada tahun 1965 menjadi 30.000 ha pada tahun1985. Sedangkan Teluk Bintuni (Papua) masih terdapat 300.000 ha mangrove, namun kini terus menerus mengalami tekanan, sebagaimana terjadi pula di delta Sungai Mahakam dan pesisir Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.

Apabila tidak ada usaha untuk mencegah kerusakan, serta tak ada usaha untuk mengembalikan kondisi hutan mangrove, maka lingkungan pesisir Indonesia akan semakin mengkhawatirkan bagi kehidupan. Bahkan, perekonomian penduduk pesisir yang bergantung pada ekosistem mangrove juga akan semakin sulit. Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan masyarakat untuk melestarikan mangrove adalah melalui penanaman atau rehabilitasi mangrove.

Apa itu mangrove?
Mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis atau areal sub-tropis beserta seluruh organisme yang didominasi oleh bebeapa pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang di daerah pasang surut pantai berlumpur. Mangrove juga tumbuh subur di sepanjang delta, estuaria dan coastal lagoon (danau di pinggir laut) yang dilindungi oleh batu karang, tumpukan pasir atau struktur lain dari gelombang dan pasang air laut.

Ciri-ciri lingkungan hutan mangrove:

  • Tumbuh pada daerah yang memiliki jenis tanah berlumpur, berlempung atau berpasir
  • Tergenang air laut atau air payau secara teratur,
  • Terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat.


Manfaat mangrove:

  • Peredam gelombang dan badai, pelindung abrasi, serta penahan lumpur dan sedimen,
  • Menghasilkan serat untuk keset dan bahan bangunan (kayu),
  • Menyediakan bahan baku untuk makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetik.
  • Menghasilkan bahan kimia: arang dan coal tar, bahan pewarna kain, rotenone (bahan semacam racun yang digunakan untuk membunuh ikan hama atau ikan lain yang tidak dikehendaki), tanin, flavonoid (senyawa yang dapat mencegah serangan jantung dan kanker), gula alkohol, asam asetat, dll.
  • Menghasilkan madu, kepiting, udang, tiram, kerang- kerangan dan ikan serta makanan bagi binatang. Mangrove juga merupakan tempat terbaik bagi budidaya ikan air payau dalam karamba.
  • Memberikan tempat tumbuh untuk udang dan ikan yang bermigrasi ke area mangrove ketika muda, dan kembali ke laut ketika mendekati usia matang seksual. Selain itu udang karang dan ikan yang bereproduksi di hulu sungai (freshwater upstream) dan bermigrasi pada masa mudanya karena makanan berlimpah di daerah mangrove.
  • Sebagai tempat wisata.


Beberapa cara untuk melindungi mangrove:

  • Tidak menggunakan areal mangrove sebagai tempat pembuangan sampah,
  • Tidak membendung anak sungai dan sungai di area mangrove,
  • Pembuatan karamba dengan struktur yang baik, sehingga tidak mengganggu aliran air, rute migrasi binatang air dan ekosistem mangrove,
  • Membangun jalan air (walkways) yang tinggi dan rumah pohon di area mangrove, membuat jalur lintasan perahu (boat trip) secara terbatas.
  • Membiarkan air tidal (pasang) bebas bergerak ketika membangun jalan menuju garis pantai,
  • Menggunakan metode tradisional dan mengobservasi kearifan lokal yang berkaitan dengan pemanfaatan dan perlindungan mangrove.
  • Membantu proses pertumbuhan ekosistem dengan membangun groins dan bukan tembok laut (sea wall),
  • Bekerjasama dengan ahli biologi untuk kegiatan yang berkaitan dengan silvikultur dan aquakultur, serta pengembangan genetika tumbuhan.
  • Bekerjasama dengan industri pariwisata untuk mengembangkan taman laut, perlindungan biosfer laut dan promosi wisata kebudayaan.
  • Menyediakan silent boating pada saat matahari tenggelam dan malam hari,
  • Lautan tropis sangat jernih. Oleh karena itu hanya ada sedikit plankton untuk makanan ikan, kepiting dan udang.
  • Ekosistem mangrove memiliki produktivitas unsur organik yang lebih tinggi dari produktivitas di lautan dan batu karang.

via : desakuhijau.org

Penyemaian Mangrove Rhizopora


Penyemaian.

Mangrove jenis Rhizopora untuk wilayah pesisir kepulaun Bangka Belitung, menggunakan sistem penyemaian kurang begitu berhasil.
beberapa Faktor penyebab gagalnya sistem penyemaian

1. pembusukan akar karena keasaman tanah
2.pengerasan tanah akibat sedimentasi lumpur
3. banyak....?


Latar Belakang


Kerusakan lahan sebagai akibat dari adanya aktifitas manusia di Bangka Belitung sudah mencapai pada tingkat perhatian yang serius.Kerusakan ini telah banyak mengakibatkan penurunan kualitas ekosistem termasuk daerah pantai karena Wilayah Bangka Belitung sebagian besar merupakan wilayah pantai.
Termasuk di dalamnya pantai di wilayah Desa Kurau, ekosistem pantai yang merupakan hutan mangrove banyak mengalami penurunan kualitas dan fungsi dikarenakan aktifitas manusia yang dilakukan di darat jauh dari pantai.
Sampai saat ini keberadaan ekosistem pantai Desa Kurau masih dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk diambil kayunya yang akan mengurangi populasi hutan mangrove.  Di samping itu aktifitas pertambangan menghasilkan limbah-limbah yang berakibat mengurangi kualitas hidup ekosistem mangrove.Hal ini sangat  kontradiktif dengan kelestarian ekositem pantai dan populasi hutan mangrove yang sangat membutuhkan peran serta masyarakat desa setempat.
Peran serta masyarakat terutama masyarakat Desa Kurau sangat penting artinya dalam rangka pelestarian ekositem pantai terutama terhadap populasi hutan mangrove.Tidak hanya bias memanfaatkan tapi harus bias melakukan minimal penanaman agar tegakan mangrove bertambah yang pada akhirnya diharapkan populasi meningkat dan tetap terjaga kelestariannya.